Saturday, November 25, 2006

Survival : Daya Hidup dalam Mencapai Tujuan

Penulis : Abu Athallah
Survival, bagi para pecinta alam, kata itu pasti sudah tidak asing lagi. Penulis yang bukan pecinta alam sejati, dalam arti sering mendaki, keluar masuk hutan, arung jeram atau menyelam, dan aktifitas lainnya yang berbau alam pun, pernah mempelajarinya, meski sepintas tentunya. Salah satu tulisan Norman Edwin alm. tentang survival pernah penulis baca di perpustakaan sekolah dulu.

Survival intinya adalah suatu upaya mempertahankan hidup di alam bebas yang memiliki perilaku dan karakteristik tak terduga dalam rangka mencapai tujuan kita. Jadi, survival ada ketika kita punya suatu tujuan, apakah itu mendaki gunung, panjat tebing, arung jeram, dll.
Salah satu yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa survival bukan tindakan konyol. Ada persiapan untuk itu. Seingat penulis ada kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk survival, yaitu : sikap mental, pengetahuan (cara mendapatkan air, makanan, membuat api, dll.), pengalaman dan latihan, peralatan, dan kemauan untuk belajar. Jadi survival adalah tindakan positif. Sikap mental positif, pengetahuan positif, dll.
First I was afraid
I was petrified
Kept thinking I could never live

Namun tulisan ini bukan mau membahas itu semua. Karena sekali lagi, penulis bukan pecinta alam sejati dalam pengertian di atas, yang tentu saja pengetahuan tentang survival pun amat sangat dangkal.

Yang ingin penulis ungkapkan adalah bagaimana pengetahuan survival di alam tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Survival dibutuhkan dalam dunia kerja, sekolah, rumah tangga, dan aspek kehidupan lainnya.
Survival adalah proses, tindakan menuju puncak, suatu perjalanan yang akan dipenuhi dengan duka dan derita. Kadang kita mengalami kram kaki, kehausan, bertemu ular, dan semua rintangan yang harus dihadapi. Tapi disitulah nikmatnya naik gunung. Coba anda ingat-ingat, ceritakan pengalaman anda ketika mendaki suatu gunung atau mengarungi arus liar di sebuah sungai. Cerita anda pasti akan dipenuhi oleh pengalaman anda dalam perjalanan menuju puncak gunung, bukan ketika berada di puncak itu sendiri. Kenikmatan di puncak akan cepat terlupakan hingga susah diceritakan. Tapi kesengsaraan dalam perjalanan akan menjadi kenangan abadi dalam hidup kita. Jika tujuan anda ke puncak adalah ingin menikmati puncak itu sendiri tanpa mengalami kesulitan, ya naik helicopter saja. Instan, selesai. Kata Gus Dur ,”gitu aja kok repot…”
Luka di badan anda, adalah suatu tanda anda bahwa anda pernah jatuh dan terluka. Kini anda bisa bercerita kepada orang lain tentang asal muasal bekas luka itu dengan bangga. Jika tubuh anda mulus tanpa bekas goresan luka apa pun, tak ada cerita heroik yang bisa anda banggakan.
Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita akan sering menghadapai kegagalan dalam proses menuju cita-cita kita. Tapi kita harus bangun dan berjalan kembali.
…I should have changed my stupid lock…
Makna lain dari survival adalah bagaimana kita mampu memutuskan dengan cepat dalam mengambil langkah alternative jika suatu jalan yang sudah kita rencanakan ternyata buntu. Untuk mencapai suatu puncak gunung misalnya, kita mungkin sudah merencanakan dengan matang track yang akan kita lalui. Tapi karena satu dan lain hal, track tersebut tidak dapat kita lewati. Pilihannya adalah pulang, atau mencari alternative track lain agar tujuan ke puncak tetap tercapai.
Demikian juga dalam hidup yang kita jalani, apa yang kita peroleh belum tentu merupakan sesuatu yang kita harapkan. Juga sebaliknya, apa yang kita harapkan belum tentu dapat dicapai. Alam tak bisa ditebak. Apakah kita harus frustrasi lantas menyerah ? Tidak. Survival jawabannya.
you think I'd crumble
you think I'd lay down and die
Oh no, notI will survive

Dalam cerita pop, mulai dari Ali Topan, Gita Cita dari SMA, Catatan Si Boy, hingga Eiffel I’m in Love, rentetan cerita kehidupan yang manis telah menjebak kita pada satu paradigma bahwa begitulah seharusnya hidup. Lahir, tumbuh, sekolah, kerja, menikah, mapan punya rumah dan mobil, hingga seterusnya. Tanpa sadar kita mengacu pada pola tersebut. Kita terjebak pada track yang demikian. Bahkan kepada anak-anak kita pun, kita membuat jalur yang demikian. Padahal hidup bukanlah urutan sequential seperti itu. Celakanya, begitu hidup kita tidak berurut menurut pola tersebut, kita lantas merasa gagal.
Intinya adalah, kita tidak boleh diam. Ada proses yang harus terus kita lakukan. Adalah konyol jika kita mendambakan suatu kesuksesan dalam hidup tapi kita tidak melakukan apa-apa. Jika kita merasa pernah melakukan sesuatu dan gagal lantas menyerah, ketahuilah bahwa Anda BELUM MELAKUKAN APA-APA.
I know I will stay alive
I've got all my life to live
I've got all my love to give
and I'll survive
I will survive

Sekali lagi, pada saat anda punya tujuan, maka dibutuhkan survival. Jika anda tidak punya tujuan hidup, jangan mengaku-ngaku pecinta alam. Jika anda tidak melakukan survival, jangan mengaku seorang pendaki gunung. Malu. Anak saya bilang, “basi tau…!”
It took all the strength I had
not to fall apart
kept trying hard to mend
the pieces of my broken heart
….I will survive….

No comments: