Friday, November 10, 2006

Donggala Kota Dalam Perspektif SWOT



Penulis : Andi Mallomo Pettalolo
Dalam kurun waktu 3 tahun ini saya cukup sering mengunjungi Donggala; setelah lebih dari 33 tahun meninggalkan Donggala untuk pertama kalinya pada tahun 1972 untuk memulai pengalaman batin di negeri orang. Saya menyaksikan terjadi banyak perubahan di Donggala selama 3 dekade, namun sayangnya perubahan tersebut cenderung destruktif. Ada banyak contoh perubahan destruktif ini, antara lain lapangan bola yang dulu pernah menelurkan pesepakbola handal Donggala sekaligus menjadi tempat rendevue masyarakat Donggala setahun sekali pada saat Taman Hiburan Rakyat semacam Pekan Raya Jakarta (PRJ) di laksanakan, kini menjadi Pasar Tradisional; menjadikan wajah Donggala menjadi suram. Pelabuhan Rakyat dimana roda perekonomian masyarakat berputar, terhenti seketika dan mematikan sendi-sendi pendapatan masyarakat. Tidak ada solusi alternatif yang ditawarkan agar masyarakat Donggala tetap memiliki hak ekonomi yang layak.

10 tahun pertama di Jakarta, saya pernah mengurus tiket keluarga yang akan pulang ke Donggala, saya ke travel biro di Tanjung Priok untuk menanyakan jadwal kapal yang akan berangkat ke Donggala. Saya tanya kepada penjual tiket tersebut, apakah ada kapal yang akan berangkat ke Pantoloan dalam waktu dekat ini, mereka balik bertanya, “Pantoloan itu dimana?”, Ke Pantoloan tidak ada, yang ada kapal ke Donggala. Padahal saat itu saya tahu pelabuhan Donggala sudah pindah beberapa tahun ke Pantoloan. Ilustrasi tadi cukup menggambarkan betapa Donggala merupakan brand yang kuat dan terkenal.

Dalam tulisan ini saya ingin berbagi kepada pembaca tentang cara pandang saya melihat Donggala melalui “SWOT Analisys”, dimana kekuatan sekaligus kelemahan Donggala serta bagaimana kesempatan dan ancaman yang dapat terjadi di Donggala.

1. STRENGTH (KEKUATAN)
Donggala sejak lama di kenal sebagai penghasil hasil bumi; beberapa diantaranya menjadi primadona saat itu, telah memikat hati saudagar-saudagar dari berbagai daerah untuk singgah di Donggala melalui pelabuhannya yang strategis. Dengan pelabuhan yang strategis dan terbuka, Donggala berkembang dengan pesat. Sebagai konsekuensinya Donggala pada akhirnya dihuni oleh berbagai etnis; Kaili, Bugis, Makassar, Manado, Cina, Arab, dan lain-lain, dengan agama yang berbeda-beda: Islam, Kristen dan Khonghucu/Budha. Dari tahun ke tahun kota yang multi etnis ini hidup dalam suasana kerukunan dan toleransi yang tinggi, bahkan terjadi perkawinan silang diantaranya, sehingga memperkuat kerukunan hidup antar umat beragama dan etnis. Secara emosional, masyarakat Donggala bagaikan saudara bagi satu sama lainnya. Saya sudah pernah mengelilingi Jawa dan Sumatera, saya harus mengakui, tidak ada pembauran antar etnis sebaik yang terjadi di Donggala. Inilah salah satu Strength atau kekuatan yang dimiliki Donggala yang belum tentu dimiliki daerah lain. Kekuatan sosial ini harus tetap dijunjung tinggi. Letak Donggala yang strategis juga merupakan kekuatan yang bisa dikembangkan, Donggala relatif dekat dengan Kota Balikpapan, pintu gerbang masuk ke Kalimantan, dimana sejak dulu Balikpapan dan Samarinda adalah pasar yang potensial bagi ternak sapi dan kambing dari Donggala serta hasil bumi Donggala lainnya. Donggala memiliki Tanjung Karang, Pusat Laut dan Boneoge, yang merupakan potensi pariwisata yang sangat layak jual. Kekuatan-kekuatan ini apabila dikembangkan secara sinergis, maka Donggala akan menjelma menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan oleh daerah-daerah lain. Terlebih sejak 6 tahun lalu Ibu Kota Kabupaten secara resmi telah kembali kepangkuan Banawa. Dalam kaca mata marketing, Donggala adalah “BRAND” yang kuat. Sebagai Brand yang kuat, 70% Donggala telah mampu “menjual” dirinya sendiri, hanya 30% nya memerlukan DRIVE atau dorongan dari stakeholder dan Masyarakat Donggala yang memiliki tanggung jawab langsung dalam mengembangkan kota Donggala..

2. WEAKNESS (KELEMAHAN)
Sejak ibu kota Kabupaten Donggala berikut pelabuhannya dipindahkan, maka era kejayaan Donggala mulai pudar. Dari tahun ke tahun Donggala semakin terpuruk. Kegiatan pemerintahannya sepi, begitu juga kegiatan perekonomiannya yang dulu terpusat di pelabuhan seperti kehilangan nyawa. Kini tidak sedikit masyarakat Donggala yang wajahnya memancarkan kegelisahan yang dalam. Mereka juga cenderung bersikap apatis dengan situasi yang terjadi di Donggala saat ini. Ketidak pedulian kepada situasi Donggala bukan pada masyarakatnya saja tapi juga pada stakeholder, Bupati, eksekutif dan elit poloitik di Donggala punya sumbangan yang cukup besar terhadap terjadinya apatisme di tingkat multi etnis tersebut. Awareness atau kepedulian serta produktifitas pegawai Pemda Donggala perlu dibangkitkan. Donggala tidak dapat dibangun dengan tingkatan produktifitas yang rendah; datang jam 10.00 pulang jam 13.00. Donggala memiliki stakeholder Kaki 5 atau yang populer disebut DPR warung Nagaya, tidak ada yang pungkiri, mereka jagonya atau to Donggalae me’te; porena mabiccara (maaf kalo bugisnya jelek, maklum 33 tahun dalam perantauan). Mengkritisi satu regulasi atau kebijakan adalah penting dan tetap harus dilakukan, tapi memberikan solusi atau jalan keluar dari situsai yang terjadi jauh lebih penting. No Action Talk Only atau NATO saatnya dirubah menjadi To Act Not Talk Only atau mari Action tidak hanya ngomong, mungkin lebih bijaksana dalam melihat masalah Donggala saat ini. PAD Donggala yang kecil juga merupakan suatu kelemahan yang tidak bisa dipungkiri untuk dapat membangun Donggala saat ini. Skill atau kemampuan Sumber Daya Manusia Donggala yang sangat terbatas juga menjadi pekerjaan rumah [PR] para pelaku pendidikan.

3. OPPORTUNITY (KESEMPATAN)
Melihat Kekuatan atau Strength Donggala diatas serta masa lampau Donggala yang cukup populer serta kembalinya ibu kota Kabupaten ke Donggala sejak 6 tahun lalu, merupakan opportunity atau kesempatan yang besar untuk Donggala Bangkit kembali.

4. THREAT (ANCAMAN)
Ada beberapa ancaman yang dapat terjadi di Donggala, diantaranya;
1. Donggala yang multi etnis memiliki potensi besar untuk terjadinya konflik horizontal.
2. Kecemburuan sosial, karena gap atau jurang pemisah antara yang miskin dan yang kaya begitu menonjol.
3. Demand atau tuntutan yg tinggi terhadap kinerja Stakeholder untuk memfungsikan Ibu Kota Kabupaten di Banawa secara maksimal, akan dapat memicu terjadinya aksi-aksi demonstrasi yang akhirnya menghambat kinerja semua pihak.
4. Kasus-kasus dugaan korupsi yang hingga saat ini belum diusut tuntas sehingga belum dapat ditentukan tersangkanya.
5. Relokasi Pasar agar wajah Donggala lebih bersih; Revitalisai Pelabuhan untuk memfungsikan dan memaksimalkan penggunaannya agar roda perekonomian kembali berputar, Galian C di Loli yang cenderung merusak lingkungan serta sengketa tapal batas di Loli, bagaikan bom waktu yang setiap saat dapat meledak dan dapat mengancaman stabilitas Donggala dalam membangun masa depannya.

4. RECOMMENDATION (REKOMENDASI)

Dalam Strength (kekuatan) Donggala, prioritas leade (pimpinan) adalah bagaimana “meng-empower” / memaksimalkan seluruh kekuatan yang ada di Donggala saat ini, sehingga seluruh kekuatan yang ada dapat lebih terlibat dalam pembangunan Donggala yang lebih baik.

Kelemahan Donggala dapat diatasi dengan memberikan prioritas kepada pembangunan kembali infrastruktur Donggala, baik secara fisik maupun mental. Awareness (kepedulian) semua orang terhadap situasi Donggala musti dibangkitkan. Ownership atau rasa memiliki terhadap kembalinya ibu kota Kabupaten Donggala juga harus ditingkatkan, terutama di Donggala Kota. Produktifitas Pegawai Pemda Donggala adalah PR yang besar buat Bupati dan perangkatnya. Skill Sumber Daya Manusia Donggala adalah bahan yang harus digodok bersama.

Opportunity (kesempatan) Donggala untuk kembali bangkit, adalah dengan memfungsikan kembali secara maksimal Ibu Kota Kabupaten di Banawa. Ini adalah key point atau kunci utama kesuksesan Donggala di masa mendatang. Semua stakeholder yang terlibat musti memiliki niat baik untuk mewujudkan hal ini.

Point 3, 4 dan 5 dari threatment (ancaman) adalah prioritas yang utama untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena ke 3 point tersebut adalah 80% (Pareto) mewakili persoalan yang terjadi di Donggala.
Secara pribadi, saya sebagai orang Donggala asli berharap ada perbaikan/perubahan yang nyata terjadi di Donggala. Sebagai Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Donggala seJabotabek; KMD siap berpartner untuk mencari solusi alternatif terhadap perubahan Donggala kearah yang lebih baik, komitmen kami adalah DONGGALA BANGKIT, seperti termuat dalam dokumen Deklarasi KMD di Taman Mini Indinesia Indah Jakarta pada tanggal 29 Agustus 2004.

No comments: