Tuesday, December 12, 2006

Politik Kekuasaan KMD

Penulis : Adi

Kerukunan Masyarakat Donggala (KMD), organisasi kemasyarakatan yang sudah lama dibentuk memang sudah lama tidak terdengar aktivitasnya. Para pendiri dan pengurus seakan sibuk dengan aktivitas keseharian mereka. Yang tertinggal hanyalah arisan, kegiatan yang justru melahirkan KMD itu sendiri.

Yang namanya arisan, sudah tidak aneh jika diisi dengan obrolan ha-ha-hi-hi, atau sekedar bernostalgia ke masa silam yang memang indah untuk selalu dikenang. Namun ada nuansa lain pada arisan KMD yang diselenggarakan pada 9 Desember 2006 di Ciburial, Bogor saat itu. Memang tidak bisa lepas seratus persen dari canda dan tawa. Topik awal malah bergunjing soal poligami yang dilakukan oleh seorang ulama kondang.

Entah bagaimana awalnya, karena begitu penulis bergabung kembali ke kelompok obrolan setelah meninabobokan anak, bahkan sejenak ikut tertidur, sedang ramai diskusi mengenai mencari figur orang nomor satu di Kabupaten Donggala. Mungkin saja obrolan dilatarbelakangi oleh wafatnya Bupati H. Ardjad Lamarauna. Peserta obrolan seperti Lukman Bahraq, Taqwa, Boyke, Syam Israfuddin, Umar Bahraq, Gatot, dan Maksi seakan sepakat pada satu keputusan bahwa untuk mempercepat perbaikan keadaan Donggala harus bersifat top-down, yang artinya harus ada kemauan politik dari pemegang kekuasaan di Donggala. Para pembicara sadar bahwa awal keterpurukan Donggala adalah keputusan politik di masa lalu dengan memindahkan pelabuhan dari Donggala ke Pantoloan. Perbaikan pun tidak pernah terjadi meskipun ibukota kabupaten sudah pindah ke Donggala, karena para birokrat lebih memilih tinggal bahkan beraktivitas di Palu, bukan Donggala. Oleh karena itu, harus dicarikan pemimpin yang jujur, bersih dan mempunyai komitmen kuat untuk memajukan Donggala.
Melihat system dan stok calon pemimpin yang tersedia dan saat ini aktif di partai politik, rasanya sulit mencari orang yang memenuhi criteria tersebut di atas. Harus dicari terobosan untuk menyiasati kemapanan system yang sudah berjalan selama ini. Pada titik inilah pangkal pembicaraan berlanjut, di mana tercetus bahwa KMD harus terlibat dalam pencarian calon pemimpin, bahkan mencalonkan kader terbaiknya bila perlu.

Sepintas terlihat bahwa para pembicara seakan sepakat untuk menggiring KMD ke arah pergerakan politik praktis. Pada poin ini penulis sadar bahwa akan terjadi resistensi, mengingat sudah menjadi rahasia umum bahwa politik di negeri ini dilakukan dengan cara yang kotor dan dipenuhi oleh para ambisius. Akan terjadi resistensi karena para founding fathers sepakat bahwa KMD lahir bukan sebagai gerakan politik, tapi lebih mengedepankan gerakan social berbasiskan kekeluargaan dengan object pergerakan pada kalangan grass root.
Justru di situ letak permasalahannya. Jika penulis amatai selama ini, bukan program sosialnya yang tidak ada sehingga KMD tidak berjalan seperti diharapkan, paling tidak program yang diluncurkan oleh Ketua Umum KMD bisa dijadikan acuan awal untuk dapat berkarya di tanah kelahiran. Tulisan ini akan melebar jika membahas satu persatu permasalahan kenapa tidak jalannya KMD. Mungkin benang merahnya saja yang bisa ditarik, yaitu kendala dana dan waktu.
Untuk satu dua kegiatan yang bersifat temporer, dana bisa digalang dari para anggota KMD. Dan itu sudah dilakukan. Tapi jika setiap ada kegiatan harus ‘menodong’ dari para anggota, lambat laun, tanpa permisi, cikar kanan payakondios, para anggota akan mundur teratur. Ada yang bilang, “Ikut KMD kok capu-capu doi”. Banyak sih argument bisa dilontarkan soal bagaimana melakukan fund rising tanpa harus membebani para anggota. Namun hal itu tidak pernah dilakukan, karena memang dibutuhkan kerja ekstra, sementara semua anggota sudah terlalu sibuk dengan karir bisnisnya masing-masing. Jadi kembali masalahnya adalah dana dan waktu.
Berangkat dari permasalahan dana itulah barangkali para pembicara di arisan melihat sesungguhnya bila para pejabat bersih dan Bupati (siapapun itu) kreatif dalam penggunaan anggaran untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, maka keterpurukan Donggala dapat di atasi. Nah, jika ada kader KMD yang bergerak di area politik, maka masalah dana dan waktu itu bisa teratasi. Dana bisa diambil dari anggaran Negara. Waktu, si kader bisa focus di jabatan politis dengan meninggalkan karir lamanya apakah sebagai pengusaha, professional, dll. Yang pada gilirannya program-program pembangunan KMD akan bisa dijalankan.

Apakah KMD berubah menjadi partai politik ? Tidak sama sekali. Mungkin hanya bobot gerakan politiknya yang lebih besar. Dan yang dilakukan adalah berkolaborasi dengan partai politik yang sudah ada, dengan pola hubungan simbiosis mutualisma. Tentu saja harus dicari partai politik baru dan punya komitmen akan reformasi. Karena, partai politik yang ada di Donggala saat ini sudah dipenuhi oleh antrian panjang orang yang tidak punya komitmen pada Donggala.
Sepertinya simple. Memang begitulah sebuah wacana. Tak terlihat kendala ke depannya. Kalaupun ada strategi, hanyalah ide yang terlontar spontan saja. Jadi hasil pembicaraan bukanlah keputusan organisasi, meskipun dibicarakan oleh pentolan organisasi, dan tidak perlu di stop dulu. Biarkan mengalir. Seperti kata Syam, jika sudah menjadi keputusan organisasi maka harus dibuatkan proposal lengkap, ada analisa mendalam, ada action plan, dll. Jangan sampai partai politik yang akan KMD tunggangi malah berbalik menunggangi, sehingga sang tokoh yang terpilih malah sibuk melakukan politik balas budi seperti yang sudah-sudah. De Ja Vu.
Biarkan pula jika wacana yang bergulir sampai pada tingkat menyebut nama orang. Lagi pula, orang yang akan digadang-gadang sebagai figure bukanlah orang yang tidak kita kenal dan patut dicurigai. Bukan kebetulan jika dalam obrolan arisan tersebut, nama yang disebut sama dengan yang dilontarkan secara ‘mengigau’ pada kesempatan lain oleh Ari (atau Ary, atau Arie ?) Andi Cela. Jika mau tahu orangnya tanyalah Ari yang kini berada di Donggala. Bisa SMS ke dia, dan nomornya ada pada Andi Mallomo, Ketua Umum KMD. Permios…

1 comment:

Anonymous said...

ide bagus-teruskan perjuangan membangun tanah kelahiran-pesta hrs berganti irama-irama clean givernance